Le’Mangano, Restoran Keluarga dengan Resep Warisan Orang Tua

Selasa, 31 Juli 2018 - 09:12 WIB
Le’Mangano, Restoran Keluarga dengan Resep Warisan Orang Tua
Le’Mangano, Restoran Keluarga dengan Resep Warisan Orang Tua
A A A
TANGSEL - Sekilas Le’Mangano terdengar seperti dari Italia atau Prancis. Tapi, sebenarnya nama itu diambil dari bahasa Jawa yang artinya nak ayo makan atau le mangano.

Restoran yang menyajikan menu-menu khas Nusantara ini berada di Flavor Bliss, Jalan Alam Sutera Boulevard, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Buka sejak 07.00-24.00 WIB. Meski menu yang disajikan 100% lokal, jangan coba membayangkan rumah makan ini memakai eksterior tradisional. Sebaliknya, restoran ini sangat modern. Pangsa pasarnya menengah. Harganya pun sangat bersaing. Mulai Rp50.000 per porsi hingga Rp350.000. Sementara soal rasa, bisa diadu dengan menu makanan di kampung buatan orang tua.

Seperti diutarakan Liza Djohan, pemilik Le’Mangano. Meski nama yang dipakainya Jawa, sajian menunya Nusantara. Nama Jawa hanya identitas lokalnya. “Nama kami diambil dari bahasa Jawa, le’ mangano. Tapi, sering dibilang Italia dan Prancis. Kami ingin menampilkan makanan Nusantara,” katanya, saat berbincang dengan KORAN SINDO, di Serpong, kemarin.

Liza mengatakan, rumah makan yang dikelola bersama suaminya ini memiliki luas sekitar 300 meter persegi. Terdiri atas dua lantai, berikut kedai kongko kopinya. “Konsep kami keluarga. Jadi, ada area terbukanya, banyak tanaman, dan juga tempat bermain anak-anak. Jadi, kami ingin restoran dan kedai kopi ini menjadi tempat berkunjung bagi keluarga,” ungkapnya.

Bagi Anda yang ingin menghabiskan santai bareng bersama sahabat, keluarga, dan rekan kerja, untuk berbagi pengalaman, Kedai Kongko Kopi Le’Mangano juga sangat cocok dijadikan tujuan alternatif. “Kopi bar kami tidak pakai bar seperti biasa. Saya tidak jual cappucino, tapi manual, tidak pakai mesin. Namun, diolah manual dan kopi menjadi lebih segar. Jadi, saat ada yang pesan, kami giling di tempat,” ujarnya.

Dengan sistem pengolahan manual itu, sajian kopi kedai kongko terasa beda dan lebih nikmat. Apalagi, biji kopi pilihannya juga sangat beragam. Untuk menemani kopi Anda, di sini Anda bisa menikmati sajian ketan bakar dengan aneka toping yang dijamin sangat lembut dan menambah hangat suasana ngopi.

Bagi penikmat kopi, ada baiknya jika Anda mencoba sajian premium beans seperti gayo wine, blue mountain Bondowoso dan amungme, kopi-kopi terbaik Indonesia. Liza mengatakan, gayo wine sangat istimewa karena harus difermentasi, blue mountain karena varietas Jamaika langka yang bisa tumbuh di Indonesia dan amungme karena organik di pedalaman Papua.

Saiful Hamzah, Kapten Barista Kedai Kongkow mengatakan, selain disajikan secara manual dengan biji kopi pilihan, kelebihan kedai kongko kopi dengan kedai lainnya adalah ruang terbuka. “Di sini santai, tempatnya terbuka. Yang paling dicari orang kopi santen, kopi susu, dan V60. Penyajian kopinya untuk kopi santen, kami pakai kopi palembang, brown sugar karamel, dan santen,” katanya.

Menurutnya, karakter kopi palembang yang pahit, jika disajikan dengan brown sugar karamel dan santan, akan menghasilkan rasa mantap dan pas. “Santennya setiap hari baru. Santennya kami order. Kami pakai kopi palembang karena teksturnya cocok. Kami pernah coba kopi lain, tapi tidak masuk. Kopi santan kami sangat istimewa sekali,” sebutnya. Kopi ini memiliki rasa yang gurih dan tidak terlalu berat serta santan kelapa yang lezat. Sajian kopi santan ini sangat cocok disandingkan dengan ketan bubuk kedelai. “Kedai kopi kami mengikuti konsep restoran modern, tapi dengan sajian manual,” jelasnya.

Liza mengakui menu hidangan di restoran miliknya itu menggunakan resep keluarga yang digunakan secara turuntemurun seperti sajian ketan bubuk kedelai. Untuk menjaga rasa, Liza mengaku sering kali harus turun tangan sendiri dan stay di restoran sehingga bisa tetap terjaga dan bisa menggoyang lidah.

“Kalau enggak lolos seleksi, enggak boleh dijual. Harapan saya, customer bisa pilih makanan apa saja dan pasti enak, bukan hanya menu yang itu-itu saja. Tapi, yang bisa mengakar langsung,” ungkapnya. Menu tradisional yang bisa ditemui dalam kehidupan kita sehari-hari adalah bakwan jagung. Bakwan jagung buatan Liza cukup unik karena menonjolkan jagungnya.

Sementara untuk menu pepes ikan patin atau woku patin yang merupakan makanan khas manado, dia memakai 12 macam rempah-rempah dengan proses sajian yang cukup lama untuk porsinya. Alhasil, pepes patin yang diselimuti oleh rempah-rempah asli Indonesia masuk ke dalam ikan patin.

Namun, tanpa membuat semua daging ikan hancur dibuatnya. “Woku patin itu kami pakai 12 jenis rempah. Itu juga harus direndam dulu pakai bumbu, lalu dikukus. Baru kemudian dibakar,” sebutnya. Hal ini dibenarkan Kardi Gunawijaya, juru masak Le’Mangano. Pria paruh baya ini mengaku sajian khas Le’Mangano terletak pada rasa dan rempah-rempah yang digunakannya untuk memasak.

“Kami punya gulai kepala kakap, woku patin, bakwan jagung, jantung pisang, tumis pakis udang, gurame kuah asem, dan nasi goreng kampung yang lezat,” jelasnya. Dwi Suci, salah seorang pelanggan dari Le’Mangano, mengaku sangat senang makan di restoran itu bersama anaknya yang baru berusia 3 tahun.

“Saya biasa makan ke sini bersama anak saya. Di sini tempat makannya enak, ada sarana bermainnya untuk anak-anak sehingga kami bisa makan sembari melihat anakanak bermain,” ujarnya.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4815 seconds (0.1#10.140)